Rabu, September 08, 2010

Kisah-Kisah Keajaiban Perang di Gaza, Palestina


Gaza, itulah nama hamparan tanah yang luasnya tidak lebih dari 360 km persegi. Berada di Palestina Selatan, “terjepit” di antara tanah yang dikuasai penjajah Zionis Israel, Mesir, dan laut Mediterania, serta dikepung dengan tembok di sepanjang daratannya.





Sudah lama Israel “bernafsu” menguasai wilayah ini. Namun, jangankan menguasai, untuk bisa masuk ke dalamnya saja Israel sangat kesulitan.

Sudah banyak cara yang mereka lakukan untuk menundukkan kota kecil ini. Blokade rapat yang membuat rakyat Gaza kesulitan memperoleh bahan makanan, obat-obatan, dan energi, telah dilakukan sejak 2006 hingga kini. Namun, penduduk Gaza tetap bertahan, bahkan perlawanan Gaza atas penjajahan Zionis semakin menguat.

Akhirnya Israel melakukan serangan “habis-habisan” ke wilayah ini sejak 27 Desember 2008 hingga 18 Januari 2009. Mereka”mengguyurkan” ratusan ton bom dan mengerahkan semua kekuatan hingga pasukan cadangannya.

Namun, sekali lagi, negara yang tergolong memiliki militer terkuat di dunia ini harus mundur dari Gaza.



Di atas kertas, kemampuan senjata AK 47, roket anti tank RPG, ranjau, serta beberapa jenis roket buatan lokal yang biasa dipakai para mujahidin Palestina, tidak akan mampu menghadapi pasukan Israel yang didukung tank Merkava yang dikenal terhebat di dunia. Apalagi menghadapi pesawat tempur canggih F-16, heli tempur Apache, serta ribuan ton “bom canggih” buatan Amerika Serikat.




Akan tetapi di sana ada “kekuatan lain” yang membuat para mujahidin mampu membuat “kaum penjajah” itu hengkang dari Gaza dengan muka tertunduk, walau hanya dengan berbekal senjata-senjata “kuno”.

Itulah pertolongan Allah Subhanahu wa Ta’ala yang diberikan kepada para pejuangnya yang taat dan ikhlas. Kisah tentang munculnya “pasukan lain” yang ikut bertempur bersama para mujahidin, semerbak harum jasad para syuhada, serta beberapa peristiwa “aneh” lainnya selama pertempuran, telah beredar di kalangan masyarakat Gaza, ditulis para jurnahs, bahkan disiarkan para khatib Palestina di khutbah-khutbah Jumat mereka.

Berikut ini adalah rangkuman kisah-kisah “ajaib” tersebut dari berbagai sumber untuk kita ingat dan renungkan.

Pasukan “Berseragam Putih” di Gaza

Ada “pasukan lain” membantu para mujahidin Palestina. Pasukan Israel sendiri mengakui adanya pasukan berseragam putih itu.

Suatu hari di penghujung Januari 2009, sebuah rumah milik keluarga Dardunah yang berada di antara Jabal Al Kasyif dan Jabal Ar Rais, tepatnya di jalan Al Qaram, didatangi oleh sekelompok pasukan Israel.
Seluruh anggota keluarga diperintahkan duduk di sebuah ruangan. Salah satu anak laki-laki diinterogasi mengenai ciri-ciri para pejuang al-Qassam.

Saat diinterogasi, sebagaimana ditulis situs Filisthin Al Aan (25/1/2009), mengutip cerita seorang mujahidin al-Qassam, laki-laki itu menjawab dengan jujur bahwa para pejuang al-Qassam mengenakan baju hitam-hitam. Akan tetapi tentara itu malah marah dan memukulnya hingga laki-laki malang itu pingsan.

Selama tiga hari berturut-turut, setiap ditanya, laki-laki itu menjawab bahwa para pejuang al-Qassam memakai seragam hitam. Akhirnya, tentara itu naik pitam dan mengatakan dengan keras, “Wahai pembohong! Mereka itu berseragam putih!”

Cerita lain yang disampaikan penduduk Palestina di situs milik Brigade Izzuddin al-Qassam, Multaqa al-Qasami, juga menyebutkan adanya “pasukan lain” yang tidak dikenal. Awalnya, sebuah ambulan dihentikan oleh sekelompok pasukan Israel. Sopirnya ditanya apakah dia berasal dari kelompok Hamas atau Fatah? Sopir malang itu menjawab, “Saya bukan kelompok mana-mana. Saya cuma sopir ambulan.”
Akan tetapi tentara Israel itu masih bertanya, “Pasukan yang berpakaian putih-putih dibelakangmu tadi, masuk kelompok mana?” Si sopir pun kebingungan, karena ia tidak melihat seorangpun yang berada di belakangnya. “Saya tidak tahu,” jawaban satu-satunya yang ia miliki.

Suara Tak Bersumber

Ada lagi kisah karamah mujahidin yang kali ini disebutkan oleh khatib masjid Izzuddin Al Qassam di wilayah Nashirat Gaza yang telah ditayangkan oleh TV channel Al Quds, yang juga ditulis oleh Dr Aburrahman Al Jamal di situs Al Qassam dengan judul Ayaat Ar Rahman fi Jihad Al Furqan (Ayat-ayat Allah dalam Jihad Al Furqan).

Sang khatib bercerita, seorang pejuang telah menanam sebuah ranjau yang telah disiapkan untuk menyambut pasukan Zionis yang melalui jalan tersebut.

“Saya telah menanam sebuah ranjau. Saya kemudian melihat sebuah helikopter menurunkan sejumlah besar pasukan disertai tank-tank yang beriringan menuju jalan tempat saya menanam ranjau,” kata pejuang tadi.
Akhirnya, sang pejuang memutuskan untuk kembali ke markas karena mengira ranjau itu tidak akan bekerja optimal. Maklum, jumlah musuh amat banyak.

Akan tetapi, sebelum beranjak meninggalkan lokasi, pejuang itu mendengar suara “Utsbut, tsabatkallah” yang maknanya kurang lebih, “tetaplah di tempat maka Allah menguatkanmu.” Ucapan itu ia dengar berulang-ulang sebanyak tiga kali.

“Saya mencari sekeliling untuk mengetahui siapa yang mengatakan hal itu kapada saya. Akan tetapi saya malah terkejut, karena tidak ada seorang pun yang bersama saya,” ucap mujahidin itu, sebagaimana ditirukan sang khatib.

Akhirnya sang mujahid memutuskan untuk tetap berada di lokasi. Ketika sebuah tank melewati ranjau yang tertanam, sesualu yang “ajaib” terjadi. Ranjau itu justru meledak amat dahsyat. Tank yang berada di dekatnya langsung hancur. Banyak serdadu Israel meninggal seketika. Sebagian dari mereka harus diangkut oleh helikopter. “Sedangkan saya sendiri dalam keadaan selamat,” kata mujahid itu lagi, melalui lidah khatib.

Cerita yang disampaikan oleh seorang penulis Mesir, Hisyam Hilali, dalam situs alraesryoon.com, ikut mendukung kisah-kisah sebelumnya. Abu Mujahid, salah seorang pejuang yang melakukan ribath (berjaga) mengatakan,

“Ketika saya mengamati gerakan tank-tank di perbatasan kota, dan tidak ada seorang pun di sekitar, akan tetapi saya mendengar suara orang yang bertasbih dan beritighfar. Saya berkali-kali mencoba untuk memastikan asal suara itu, akhirnya saya memastikan bahwa suara itu tidak keluar kecuali dari bebatuan dan pasir.”

Cerita mengenai “pasukan tidak dikenal” juga datang dari seorang penduduk rumah susun wilayah Tal Islam yang handak mengungsi bersama keluarganya untuk menyelamatkan diri dari serangan Israel.

Di tangga rumah ia melihat beberapa pejuang menangis. “Kenapa kalian menangis?” tanyanya.
“Kami menangis bukan karena khawatir keadaan diri kami atau takut dari musuh. Kami menangis karena bukan kami yang bertempur. Di sana ada kelompok lain yang bertempur memporak-porandakan musuh, dan kami tidak tahu dari mana mereka datang,” jawabnya.

Saksi Serdadu Israel

Cerita tentang “serdadu berseragam putih” tak hanya diungkap oleh mujahidin Palestina atau warga Gaza. Beberapa personel pasukan Israel sendiri menyatakan hal serupa.

Situs al-Qassam memberitakan bahwa TV Channel 10 milik Israel telah menyiarkan seorang anggota pasukan yang ikut serta dalam pertempuran Gaza dan kembali dalam keadaan buta.

“Ketika saya berada di Gaza, seorang tentara berpakaian putih mendatangi saya dan menaburkan pasir di mata saya, hingga saat itu juga saya buta,” kata anggota pasukan ini.

Di tempat lain ada serdadu Israel yang mengatakan mereka pernah berhadapan dengan “hantu”. Mereka tidak diketahui dari mana asalnya, kapan munculnya, dan ke mana menghilangnya.

Masih dari Channel 10, seorang Lentara Israel lainnya mengatakan, “Kami berhadapan dengan pasukan berbaju putih-putih dengan jenggot panjang. Kami tembak dengan senjata, akan tetapi mereka tidak mati.”
Cerita ini menggelitik banyak pemirsa. Mereka bertanya kepada Channel 10, siapa sebenarnya pasukan berseragam putih itu?

Sudah Meledak, Ranjau Masih Utuh

Di saat para mujahidin terjepit, hewan-hewan dan alam tiba-tiba ikut membantu, bahkan menjelma menjadi sesuatu yang menakutkan.

Sebuah kejadian “aneh” terjadi di Gaza Selatan, tepatnya di daerah AI Maghraqah. Saat itu para mujahidin sedang memasang ranjau. Di saat mengulur kabel, tiba-tiba sebuah pesawat mata-mata Israel memergoki mereka. Bom pun langsung jatuh ke lokasi itu.

Untunglah para mujahidin selamat. Namun, kabel pengubung ranjau dan pemicu yang tadi hendak disambung menjadi terputus. Tidak ada kesempatan lagi untuk menyambungnya, karena pesawat masih berputar-putar di atas.

Tak lama kemudian, beberapa tank Israel mendekati lokasi di mana ranjau-ranjau tersebut ditanam. Tak sekadar lewat, tank-tank itu malah berhenti tepat di atas peledak yang sudah tak berfungsi itu.

Apa daya, kaum Mujahidin tak bisa berbuat apa-apa. Kabel ranjau jelas tak mungkin disambung, sementara tank-tank Israel telah berkumpul persis di atas ranjau.

Mereka merasa amat sedih, bahkan ada yang menangis ketika melihat pemandangan itu. Sebagian yang lain berdoa, “allahumma kama lam tumakkinna minhum, allahumma la tumakkin lahum,” yang maknanya, “Ya Allah, sebagaimana engkau tidak memberikan kesempatan kami menghadapi mereka, jadikanlah mereka juga lidak memiliki kesempatan serupa.”

Tiba-tiba, ketika fajar tiba, terjadilah keajaiban. Terdengar ledakan dahsyat persis di lokasi penanaman ranjau yang tadinya tak berfungsi.

Setelah Tentara Israel pergi dengan membawa kerugian akibat ledakan lersebut, para mujahidin segera melihal lokasi ledakan. Sungguh aneh, ternyata seluruh ranjau yang telah mereka tanam itu masih utuh. Dari mana datangnva ledakan? Wallahu a’lam.

Masih dari wilayah Al Maghraqah. Saat pasukan Israel menembakkan artileri ke salah satu rumah, hingga rumah itu terbakar dan api menjalar ke rumah sebelahnya, para mujahidin dihinggapi rasa khawatir jika api itu semakin tak terkendali.

Seorang dari mujahidin itu lalu berdoa,”Wahai Dzat yang merubah api menjadi dingin dan tidak membahayakan untuk Ibrahim, padamkanlah api itu dengan kekuatan-Mu.”

Maka, tidak lebih dari tiga menit, api pun padam. Para niujahidin menangis terharu karena mereka merasa Allah Subhanuhu wa Ta’ala (SWT) telah memberi pertolongan dengan terkabulnya doa mereka dengan segera.

Merpati dan Anjing

Seorang mujahid Palestina menuturkan kisah “aneh” lainnya kepada situs Filithin Al Aan (25/1/ 2009). Saat bertugas di wilayah Jabal Ar Rais, sang mujahid melihat seekor merpati terbang dengan suara melengking, yang melintas sebelum rudal-rudal Israel berjatuhan di wilayah itu.

Para mujahidin yang juga melihat merpati itu langsung menangkap adanya isyarat yang ingin disampaikan sang merpati.

Begitu merpati itu melintas, para mujahidin langsung berlindung di tempat persembunyian mereka. Ternyata dugaan mereka benar. Selang beberapa saat kemudian bom-bom Israel datang menghujan. Para mujahidin itu pun selamat.

Adalagi cerita “keajaiban” mengenai seekor anjing, sebagaimana diberitakan situs Filithin Al Aan. Suatu hari, tatkala sekumpulan mujahidin Al Qassam melakukan ribath di front pada tengah malam, tiba-tiba muncul seekor anjing militer Israel jenis doberman. Anjing itu kelihatannya memang dilatih khusus untuk membantu pasukan Israel menemukan tempat penyimpanan senjata dan persembunyian para mujahidin.

Anjing besar ini mendekat dengan menampakkan sikap tidak bersahabat. Salah seorang mujahidin kemudian mendekati anjing itu dan berkata kepadanya, “Kami adalah para mujahidin di jalan Allah dan kami diperintahkan untuk tetap berada di tempat ini. Karena itu, menjauhlah dari kami, dan jangan menimbulkan masalah untuk kami.”

Setelah itu, si anjing duduk dengan dua tangannya dijulurkan ke depan dan diam. Akhirnya, seorang mujahidin yang lain mendekatinya dan memberinya beberapa korma. Dengan tenang anjing itu memakan korma itu, lalu beranjak pergi.

Kabut pun Ikut Membantu

Ada pula kisah menarik yang disampaikan oleh komandan lapangan Al Qassam di kamp pengungsian Nashirat, langsung setelah usai shalat dhuhur di masjid Al Qassam (17/1/2009).

Saat itu sekelompok mujahidin yang melakukan ribath di Tal Ajul terkepung oleh tank-tank Israel dan pasukan khusus mereka. Dari atas, pesawat mata-mata terus mengawasi.

Di saat posisi para mujahidin terjepit, kabut tebal tiba-tiba turun di malam itu. Kabut itu lelah menutupi pandangan mata tentara Israel dan membantu pasukan mujahidin keluar dari kepungan.

Kasus serupa diceritakan oleh Abu Ubaidah. salah satu pemimpin lapangan Al Qassam, sebagaimana ditulis situs almesryoon.com (sudah tidak bisa diakses lagi). la bercerita bagaimana kabut tebal tiba-tiba turun dan membatu para mujahidin untuk melakukan serangan.

Awalnya, pasukan mujahiddin tengah menunggu waktu yang tepat untuk mendekati tank-tank tentara Israel guna meledakkannya. “Tak lupa kami berdoa kepada Allah agar dimudahkan untuk melakukan serangan ini,” kata Abu Ubaidah.

Tiba-tiba turunlah kabut tebal di tempat tersebut. Pasukan mujahidin segera bergerak menyelinap di antara tank-tank, menanam ranjau-ranjau di dekatnya, dan segera meninggalkan lokasi tanpa diketahui pesawat mata-mata yang memenuhi langit Gaza, atau oleh pasukan infantri Israel yang berada di sekitar kendaraan militer itu. Lima tentara Israel tewas di tempat dan puluhan lainnya luka-luka setelah ranjau-ranjau itu meledak.

Selamat Dengan al-Qur’an

Cerita ini bermula ketika salah seorang pejuang yang menderita luka memasuki rumah sakit As Syifa’. Seorang dokter yang memeriksanya kaget ketika mengelahui ada sepotong proyektil peluru bersarang di saku pejuang tersebut.

Yang membuat ia sangat kaget adalah timah panas itu gagal menembus jantung sang pejuang karena terhalang oleh sebuah buku doa dan mushaf al-Qur’an yang selalu berada di saku sang pejuang.

Buku kumpulun doa itu berlobang, namun hanya sampul muka mushaf itu saja yang rusak, sedangkan proyektil sendiri bentuknya sudah “berantakan”.

Kisah ini disaksikan sendiri oleh Dr Hisam Az Zaghah, dan diceritakannya saat Festival Ikatan Dokter Yordan sebagaimana ditulis situs partai Al Ikhwan Al Muslimun (23/1/2009).

Dr. Hisam juga memperlihatkan bukti berupa sebuah proyektil peluru, mushaf Al Qur’an, serta buku kumpulan doa-doa berjudul Hishnul Muslim yang menahan peluru tersebut.

Abu Ahid, imam Masjid AnNur di Hay As Syeikh Ridzwan, juga punya kisah menarik. Sebelumnya, Israel telah menembakkan 3 rudalnya ke masjid itu hingga tidak tersisa kecuali hanya puing-puing bangunan. “Akan tetapi mushaf-mushaf Al Quran tetap berada di tampatnya dan tidak tersentuh apa-apa,” ucapnya seraya tak henti bertasbih.

“Kami temui beberapa mushaf yang terbuka tepat di ayat-ayat yang mengabarkan tentang kemenangan dan kesabaran, seperti firman Allah, ‘Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar, yaitu orang-orang yang apabila ditimpa musibah mereka berkata, sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali,”(Al-Baqarah [2]: 155-156),” jelas Abu Ahid sebagaimana dikutip Islam Online (15/1/2009).

Harum Jasad Para Syuhada

Abdullah As Shani adalah anggota kesatuan sniper (penembak jitu) al-Qassam yang menjadi sasaran rudal pesawat F-16 Israel ketika sedang berada di pos keamanan di Nashirat, Gaza.

Jasad komandan lapangan al-Qassam dan pengawal khusus para tokoh Hamas ini “hilang” setelah terkena rudal. Selama dua hari jasad tersebut dicari, ternyata sudah hancur tak tersisa kecuali serpihan kepala dan dagunya. Serpihan-serpihan tubuh itu kemudian dikumpulkan dan dibawa pulang ke rumah oleh keluarganya untuk dimakamkan.

Sebelum dikebumikan, sebagaimana dirilis situs syiria-aleppo. com (24/1/2009), serpihan jasad tersebut sempat disemayamkan di sebuah ruangan di rumah keluarganya. Beberapa lama kemudian, mendadak muncul bau harum misk dari ruangan penyimpanan serpihan tubuh tadi.

Keluarga Abdullah As Shani’ terkejut lalu memberitahukan kepada orang-orang yang mengenal sang pejuang yang memiliki kuniyah (julukan) Abu Hamzah ini.

Lalu, puluhan orang ramai-ramai mendatangi rumah tersebut untuk mencium bau harum yang berasal dari serpihan-serpihan tubuh yang diletakkan dalam sebuah kantong plastik.

Bahkan, menurut pihak keluarga, 20 hari setelah wafatnya pria yang tak suka menampakkan amalan-amalannya ini, bau harum itu kembali semerbak memenuhi rungan yang sama.

Cerita yang sama terjadi juga pada jenazah Musa Hasan Abu Nar, mujahid Al Qassam yang juga syahid karena serangan udara Israel di Nashiriyah. Dr Abdurrahman Al Jamal, penulis yang bermukim di Gaza, ikut mencium bau harum dari sepotong kain yang terkena darah Musa Hasan Abu Nar. Walau kain itu telah dicuci berkali-kali, bau itu tetap semerbak.

Ketua Partai Amal Mesir, Majdi Ahmad Husain, menyaksikan sendiri harumnya jenazah para syuhada. Sebagaunana dilansir situs Al Quds Al Arabi (19/1/2009), saat masih berada di Gaza, ia menyampaikan, “Saya telah mengunjungi sebagian besar kota dan desa-desa. Saya ingin melihat bangunan-bangunan yang hancur karena serangan Israel. Percayalah, bahwa saya mencium bau harumnya para syuhada.”

Dua Pekan Wafat, Darah Tetap Mengalir

Yasir Ali Ukasyah sengaja pergi ke Gaza dalam rangka bergabung dengan sayap milisi pejuang Hamas, Brigade Izzuddin al-Qassam. Ia meninggalkan Mesir setelah gerbang Rafah, yang menghubungkan Mesir-Gaza, terbuka beberapa bulan lalu.

Sebelumnya, pemuda yang gemar menghafal al-Qur’an ini sempat mengikuti wisuda huffadz (para penghafal) al-Qur’an di Gaza dan bergabung dengan para mujahidin untuk memperoleh pelatihan militer. Sebelum masuk Gaza, di pertemuan akhir dengan salah satu sahabatnya di Rafah, ia meminta didoakan agar memperoleh kesyahidan.

Untung tak dapat ditolak, malang tak dapat diraih, di bumi jihad Gaza, ia telah memperoleh apa yang ia cita-citakan. Yasir syahid dalam sebuah pertempuran dengan pasukan Israel di kamp pengungsian Jabaliya.
Karena kondisi medan, jasadnya baru bisa dievakuasi setelah dua pekan wafatnya di medan pertempuran tersebut.

Walau sudah dua pekan meninggal, para pejuang yang ikut serta melakukan evakuasi menyaksikan bahwa darah segar pemuda berumur 21 tahun itu masih mengalir dan fisiknya tidak rusak. Kondisinya mirip seperti orang yang sedang tertidur.

Sebelum syahid, para pejuang pernah menawarkan kepadanya untuk menikah dengan salah satu gadis Palestina, namun ia menolak. “Saya meninggalkan keluarga dan tanah air dikarenakan hal yang lebih besar dari itu,” jawabnya.

Kabar tentang kondisi jenazah pemuda yang memiliki kuniyah Abu Hamzah beredar di kalangan penduduk Gaza. Para khatib juga menjadikannya sebagai bahan khutbah Jumat mereka atas tanda-tanda keajaiban perang Gaza. Cerita ini juga dimuat oleh Arab Times (7/2/ 2009)

Terbunuh 1.000, Lahir 3.000

Hilang seribu, tumbuh tiga ribu. Sepertinya, ungkapan ini cocok disematkan kepada penduduk Gaza. Kesedihan rakyat Gaza atas hilangnya nyawa 1.412 putra putrinya, terobati dengan lahirnya 3.700 bayi selama 22 hari gempuran Israel terhadap kota kecil ini.

Hamam Nisman, Direktur Dinas Hubungan Sosial dalam Kementerian Kesehatan pemerintahan Gaza menyatakan bahwa dalam 22 hari 3.700 bayi lahir di Gaza. “Mereka lahir antara tanggal 27 Desember 2008 hingga 17 Januari 2009, ketika Israel melakukan serangan yang menyebabkan meninggalnya 1.412 rakyat Gaza, yang mayoritas wanita dan anak-anak,” katanya.

Bulan Januari tercatat sebagai angka kelahiran tertinggi dibanding bulan-bulan sebelumnya. “Setiap tahun 50 ribu kasus kelahiran tercatat di Gaza. Dan, dalam satu bulan tercatat 3.000 hingga 4.000 kelahiran. Akan tetapi di masa serangan Israel 22 hari, kami mencatat 3.700 kelahiran dan pada sisa bulan Januari tercatat 1.300 kelahiran. Berarti dalam bulan Januari terjadi peningkatan kelahiran hingga 1.000 kasus.

Rasio antara kematian dan kelahiran di Gaza memang tidak sama. Angka kelahiran, jelasnya lagi, mencapai 50 ribu tiap tahun, sedang kematian mencapai 5 ribu.

“Israel sengaja membunuh para wanita dan anak-anak untuk menghapus masa depan Gaza. Sebanyak 440 anak-anak dan 110 wanita telah dibunuh dan 2.000 anak serta 1.000 wanita mengalami luka-luka.

http://samudro.wordpress.com/2010/04/16/kisah-kisah-keajaiban-perang-di-gaza-palestina/

Senin, Agustus 02, 2010

Salman Al-Farisi R.A Pencari Kebenaran




Salman Al-Farisi mengisahkan tentang dirinya:

"Aku berasal dari Isfahan, warga suatu desa yang bernama "Ji". Bapakku seorang bupati di daerah itu, dan aku merupakan makhluk Allah yang paling disayanginya. Aku membaktikan diri dalam agama Majusi, hingga diserahi tugas sebagai penjaga api, yang bertanggung jawab atas nyalanya dan tidak membiarakannya padam.

Bapakku memiliki sebidang tanah. Pada suatu hari aku disuruhnya ke sana. Dalam perjalanan ke tempat tujuan, aku melewati sebuah gereja milik kaum Nasrani. Kudengar mereka sedang sembahyang, kemudian aku masuk ke dalam untuk melihat apa yang mereka lakukan. Aku kagum melihat cara mereka sembahyang dan kataku dalam hati, 'lni lebih baik dari apa yang aku anut selama ini!'

Aku tidak beranjak dari tempat itu sampai matahari terbenam sehingga membatalkan untuk pergi ke tanah milik bapakku dan tidak kembali pulang, hingga bapak mengirim orang untuk menyusulku. Karena agama mereka menarik perhatianku, kutanyakan kepada orang-orang Nasrani dari mana asal usul agama mereka. 'Dari Syiria', ujar mereka.

Ketika aku berhadapan dengan bapakku, kukatakan kepadanya, 'Aku lewat pada suatu kaum yang sedang melakukan upacara sembahyang di gereja. Upacara mereka amat mengagumkanku. Kulihat pula agama mereka lebih baik dari agama kita.'

Aku dan bapakku pun melakukan diskusi, tetapi berakhir dengan dirantainya kakiku dan dipenjarakannya diriku.

Kepada orang-orang Nasrani kukirim berita bahwa aku telah menganut agama mereka. Kupinta pula apabila datang rombongan dari Syiria, supaya aku diberi tahu sebelum mereka kembali karena aku akan ikut bersama mereka ke sana. Permintaanku mereka kabulkan, lalu kuputuskan rantai, meloloskan diri dari penjara, dan menggabungkan diri dengan rombongan itu menuju Syiria.

Sesampai di sana kutanyakan seorang ahli dalam agama itu, dijawabnya bahwa ia adalah uskup pemilik gereja. Kemudian aku datang kepadanya dan kuceritakan keadaanku. Akhirnya, tinggallah aku bersamanya sebagai pelayan, melaksanakan ajaran mereka, dan belajar.

Sayang uskup itu orang yang tidak baik beragamanya karena sedekah yang dikumpulkannya dari orang-orang dengan alasan untuk dibagikan, ternyata disimpan untuk dirinya sendiri.

Kemudian uskup itu wafat. Dan mereka mengangkat orang lain sebagai gantinya. Kulihat tak ada seorang pun yang lebih baik beragamanya dari uskup baru ini. Aku pun mencintainya sedemikian rupa sehingga hatiku merasa tak seorang pun yang lebih kucintai sebelum itu daripadanya.

Hingga tatkala ajalnya telah dekat, tanyaku kepadanya, 'Seperti yang Anda maklumi, telah dekat saat berlakunya takdir Allah atas diri Anda. Maka apakah yang harus aku perbuat dan siapakah sebaiknya yang harus aku hubungi?'

'Anakku,' ujarnya, 'tak seorang pun menurut pengetahuanku yang sama langkahnya dengan aku, kecuali seorang pemimpin yang tinggal di Mosul.'

Lalu, takkala ia wafat, aku pun berangkat ke Mosul dan menghubungi pendeta yang disebutkannya itu. Kuceritakan kepadanya pesan dari uskup tadi dan aku tinggal bersamanya selama waktu yang dikehendaki Allah.

Kemudian tatkala ajalnya telah dekat pula, kutanyakan kepadanya siapa yang harus kuturuti. Ditunjukkannyalah orang saleh yang tinggal di Nasibin. Aku datang kepadanya dan kuceritakan perihalku, lalu tinggal bersamanya selama waktu yang dikehendaki Allah pula.

Tatkala ia hendak meninggal, aku bertanya pula kepadanya. Kemudian aku disuruhnya untuk menghubungi seorang pemimpin yang tinggal di Amuria, suatu kota yang termasuk wilayah Romawi.

Aku berangkat ke sana dan tinggal bersamanya. Sebagai bekal hidup aku beternak sapi dan kambing beberapa ekor.

Akhirnya, dekatlah pula ajalnya dan kutanyakan kepadanya siapa yang harus aku percayai sepeninggalnya. Ujarnya, 'Anakku, tak seorang pun yang kukenal serupa dengan kita keadaannya dan dapat aku percayakan engkau kepadanya.

Namun, sekarang telah dekat datangnya masa kebangkitan seorang nabi yang mengikuti agama Ibrahim secara murni. la nanti akan hijrah ke suatu tempat yang ditumbuhi kurma dan terletak antara dua bidang tanah berbatu-batu hitam.

Seandainya kamu dapat pergi ke sana, temuilah dia. la mempunyai tanda-tanda yang jelas dan gamblang, yaitu ia tidak mau makan harta sedekah, sebaliknya, dia bersedia menerima hadiah, dan dipundaknya ada cap kenabian yang jika kau melihatnya, kau akan segera mengenalinya.

Kebetulan pada suatu hari lewatlah suatu rombongan berkendaraan, lalu kutanyakan dari mana mereka datang. Tahulah aku bahwa mereka dari jazirah Arab. Aku pun berkata kepada mereka, 'Maukah kalian membawaku ke negeri kalian dan sebagai imbalannya kuberikan kepada kalian sapi-sapi dan kambing-kambingku ini?' Mereka pun menyetujuinya.

Demikianlah mereka membawaku serta dalam perjalanan hingga sampai di suatu negeri yang bernama Wadil Qura. Di sana aku mengalami penganiayaan, mereka menjualku kepada seorang Yahudi.

Ketika tampak olehku banyak pohon kurma, aku berharap kiranya negeri ini yang disebutkan pendeta kepadaku dulu, yakni yang akan menjadi tempat hijrah nabi yang ditunggu. Ternyata dugaanku meleset.

Mulai saat itu aku tinggal bersama orang yang membeliku, hingga pada suatu hari datang seorang Yahudi dari Bani Quraizhah yang membeliku darinya. Aku dibawanya ke Medinah dan demi Allah baru saja kulihat negeri itu, aku pun yakin itulah negeri yang disebutkan dulu.

Aku tinggal bersama Yahudi itu dan bekerja di perkebunan kurma milik Bani Quraizhah, hingga datang saat dibangkitkannya Rasulullah saw. yang datang ke Medinah dan singgah di Bani 'Amr bin 'Auf di Quba.

Pada suatu hari ketika aku berada di puncak pohon kurma, sedangkan majikanku sedang duduk di bawahnya, tiba-tiba datang seorang Yahudi saudara sepupunya yang berkata, 'Bani Qilah celaka! Mereka berkerumun mengelilingi seorang lelaki di Quba yang datang dari Mekah dan mengaku sebagai Nabi!'

Demi Allah, baru saja ia mengucapkan kata-kata itu, tubuhku pun bergetar keras hingga pohon kurma itu bagai berguncang dan hampir saja aku jatuh menimpa majikanku. Aku segera turun dan aku bertanya kepada orang tadi, 'Apa kata Anda? Ada berita apa?'

Bukan jawaban yang aku terima, melainkan pukulan telak dari majikanku seraya berkata, 'Apa urusanmu dengan ini?! Ayo, kembali bekerja!'

Setelah hari petang, kukumpulkan semua yang ada padaku, lalu keluar dan pergi menemui Rasulullah saw. di Quba. Aku masuk menemuinya ketika beliau sedang duduk bersama beberapa orang anggota rombongan.

Lalu, kataku kepada mereka, 'Tuan-tuan adalah perantau yang sedang dalam kebutuhan. Kebetulan aku mempunyai persediaan makanan yang telah kujanjikan untuk sedekah. Dan setelah mendengar keadaan tuan-tuan, menurut hematku, tuan-tuanlah yang lebih layak menerimanya, dan makanan itu kubawa ke sini,' kataku sambil menghidangkan makanan di hadapan beliau.

'Makanlah dengan nama Allah!' sabda Rasulullah saw kepada para sahabatnya, tetapi beliau tidak sedikit pun mengulurkan tangannya untuk menjamah makanan itu.

Demi Allah, kataku dalam hati, inilah salah satu dari tanda-tandanya, yaitu ia tidak mau memakan harta sedekah.

Aku kembali pulang, tetapi keesokan harinya pagi-pagi aku kembali menemui Rasulullah saw sambil membawa makanan. Aku berkata kepadanya, 'Kulihat Tuan tidak ingin makan makanan sedekah, tetapi aku mempunyai sesuatu yang ingin kuserahkan kepada Tuan sebagai hadiah' sambil kutaruh makanan di hadapannya.

Kemudian kepada para sahabatnya bersabda, 'Makanlah dengan menyebut nama Allah!'

Beliau pun turut makan bersama para sahabatnya. Demi Allah, inilah tanda yang kedua, yaitu ia bersedia menerima hadiah.

Aku kembali pulang dan tinggal di tempatku beberapa lama. Kemudian aku pergi mencari Rasulullah saw. dan kutemui beliau di Bapi' sedang mengiringkan jenazah dan dikelilingi oleh para sahabatnya. la memakai dua lembar kain lebar, yang satu dipakainya untuk sarung dan satu lagi sebagai baju.

Kuucapkan salam kepadanya dan kutolehkan padanganku hendak melihat tanda di pundaknya. Rupanya ia mengerti maksudku, lalu disingkapkanlah kain burdahnya dari lehernya dan tampaklah tanda yang kucari di pundaknya, yaitu cap kenabian sebagaimana yang disebutkan oleh pendeta dulu.

Melihat itu aku meratap dan menciuminya sambil menangis. Lalu, aku dipanggil menghadap oleh beliau. Aku duduk di hadapannya, lalu aku ceritakan kisahku kepadanya.

Akhirnya, aku pun masuk Islam, tetapi perbudakan menjadi penghalang bagiku untuk menyertai Perang Badar dan Uhud. Kemudian pada suatu hari Rasulullah saw. memerintahkan kepadaku, 'Mintalah kepada majikanmu agar ia bersedia membebaskanmu dengan menerima uang tebusan!'

Aku turuti perintah beliau dan para sahabat diperintahkan untuk membantuku dalam soal keuangan.

Akhirnya, aku dimerdekakan oleh Allah SWT dan hidup sebagai seorang muslim yang bebas merdeka. Aku pun menjadi bagian bersama Rasulullah dalam Perang Khandaq dan peperangan lainnya."

sumber : http://ceritainspirasimuslim.blogspot.com/2010/02/salman-al-farisi-ra-pencari-kebenaran.html

Kamis, Maret 25, 2010

7 Keajaiban Dunia



Sekelompok siswa kelas geografi sedang mempelajari ‘Tujuh Keajaiban Dunia’.

Pada awal dari pelajaran, mereka diminta untuk membuat daftar apa yang mereka pikir merupakan ‘Tujuh Keajaiban Dunia’ saat ini. Walaupun ada beberapa ketidak sesuaian,


sebagian besar daftar berisi sbb :

1] Piramida

2] Taj Mahal

3] Tembok Besar Cina

4] Menara Pisa

5] Kuil Angkor

6] Menara Eiffel

7] Kuil Parthenon


Ketika mengumpulkan daftar pilihan, sang guru memperhatikan seorang pelajar, seorang gadis yang pendiam, yang belum mengumpulkan kertas kerjanya. Jadi, sang guru bertanya kepadanya apakah dia mempunyai kesulitan dengan daftarnya. Gadis pendiam itu menjawab, ‘Ya, sedikit. Saya tidak bisa memilih karena sangat banyaknya ‘keajaiban itu’. Sang guru berkata,’Baik, katakan pada kami apa yang kamu miliki, dan mungkin kami bisa membantu memilihnya’.


Gadis itu ragu sejenak, kemudian membaca, ‘Saya pikir, ‘Tujuh Keajaiban Dunia’ itu adalah :

1] Bisa melihat,

2] Bisa mendengar,

3] Bisa menyentuh,

4] Bisa menyayangi,

5] Bisa merasakan,

6] Bisa tertawa, dan

7] Bisa mencintai


Ruang kelas tersebut sunyi seketika. Alangkah mudahnya bagi kita untuk melihat pada eksploitasi manusia dan menyebutnya ‘keajaiban’. Sementara kita lihat lagi semua yang telah Tuhan karuniakan untuk kita, kita menyebutnya sebagai ‘biasa’.

Sumber : http://ukhuwah.or.id/

Sabtu, Februari 20, 2010

Kisah Sayyidina Umar dan Seekor Burung Pipit


Suatu siang yang teramat terik di bumi Madinah. Matahari tengah benderang.Teriknya sungguh garang menyapa hampir setiap jengkal kota dan yang berpasir lembah. Jalanan senyap, orang-orang lebih memilih istirahat di dalam rumah daripada bepergian dan melakukan perniagaan. Namun tidak bagi Sayyidina Umar Bin Khattab, lelaki tegap, berwajah teduh dan mengenakan jubah yang sederhana itu berjalan menyusuri lorong-lorong kota sendirian. Ia tidak peduli dengan panas yang menyengat. Ia tak terganggu dengan debu-debu yang naik ke udara. Ia terus saja bersemangat mengayun langkah. Sesekali ekor matanya berkerling ke sana ke mari seperti tengah mengawasi. Hatinya lega, ketika daerah yang dilewatinya sentosa seperti kemarin.

Hingga ketika, saat ia melewati salah satu sudut Pasar di Madinah, tiba-tiba ia berhenti. Langkahnya surut. Pandangannya tertuju pada anak kecil di sana. Ditajamkan pendengarannya, samar-samar ia seperti mendengar suara lirih cericit burung ‘ushfuriyah (sejenis burung pipit). Perlahan ia mendatanginya dan dengan lembut ia menyapa bocah laki-laki yang tengah asyik bermain.

“Nak, apa yang berada di tanganmu itu?” Wajah si kecil mendongak, hanya sekilas dan menjawab. “Paman, tidakkah paman lihat, ini adalah seekor burung,” polosnya ringan. Pandangan lelaki ini meredup, ia jatuh iba melihat burung itu mencericit parau. Di dalam hatinya mengalun sebuah kesedihan, “Burung ini tentu sangat ingin terbang dan anak ini tidak mengerti jika mahluk kecil ini teraniaya.”

“Bolehkah aku membelinya, nak? Aku sangat ingin memilikinya,” suaranya penuh harap. Si kecil memandang lelaki yang tak dikenalnya dengan seksama. Ada gurat kesungguhan dalam paras beningnya. Lelaki itu masih saja menatapnya lekat. Akhirnya dengan agak ragu ia berkata, “Baiklah paman,” maka anak kecil pun segera bangkit menyerahkan burung kepada lelaki yang baru pertama
kali dijumpainya.

Tanpa menunggu, lelaki ini merogoh saku jubah sederhananya. Beberapa keping uang itu kini berpindah. Dalam genggamannya burung kecil itu dibawanya menjauh. Dengan hati-hati kini ia membuka genggamannya seraya bergumam senang, “Dengan menyebut asma Allah yang Maha Penyayang, engkau burung kecil, terbanglah…terbanglah…”

Maka sepasang sayap itu mengepak tinggi. Ia menengadah hening memandang burung yang terbang ke jauh angkasa. Sungguh, langit Madinah menjadi saksi, ketika senyuman senang tersungging di bibirnya yang seringkali bertasbih.

Hari berganti minggu, minggu berganti tahun dan seterusnya. Sehingga sampailah Sayyidina Umar dipanggil ke hadapan Yang Maha Rahman dan Rahim.

Suatu ketika, jauh setelah Sayyidina Umar bin Khattab meninggalkan rakyat yang sangat mencintainya, beberapa ulama bermimpi bertemu Sayyidina Umar bin Khattab di Surganya Allah SWT. Diberi kesempatan bertemu dengan pemimpin yang sangat dicintai, beberapa ulama serempak mengajukan pertanyaan kepada Sayyidina Umar bin Khattab: “Wahai Umar, kami semua ingin seperti anda, ingin bersama anda di dalam surganya Allah yang indah. Amalan ibadah apa gerangan yang bias membuat anda berada di tempat yang mulia ini?”

“Apakah karena keberanianmu berada di garis terdepan menghadapi musuh – musuh Allah?”
“Apakah karena keadilanmu dalam memutuskan suatu perkara?”
“Apakah karena kezuhudanmu?”
Dengan berlinang air mata, Sayyidina Umar menjawab:
“Wahai saudaraku, ketahuilah bahwa pada saat jasadku kau masukkan ke dalam liang lahat. Kemudian kau menimbun jasadku dengan tanah sampai memenuhi seluruh ruang kuburku. Dan setelah kalian smeua meninggalkanku sendirian di tempat yang gelap. Datanglah dua malaikat yang membuat saya merasa sangat ketakutan luar biasa. Entah kenapa, saya belum pernah merasa ketakutan seperti saat itu.”
Sayyidina Umar melanjutkan:
“Tiba – tiba saya mendengar Allah berseru kepada para malaikat yang membuat saya ketakutan luar biasa tersebut. Wahai para malaikat-Ku, janganlah kamu membuat takut hambaku yang sangat penuh kasih sayang ini. Yang telah dengan belaian kasih sayangnya pula, dia telah membuat burung ‘ushfuriyah terbang bebas di angkasa”

Allaahur rahmaanur rahiim. Berkasih sayanglah kamu terhadap seluruh makhluk di muka bumi, maka niscaya seluruh penghuni langit akan menyayangimu



Sumber:

Kitab Al Mawa’idhul ’Ushfuriyah karya Syaikh Muhammad bin Abu Bakar
Al’Ushfuri
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...