Tulisan merupakan kiriman dari Keturunan Pangeran Hidayatullah di Cianjur
Foto dari
halaman pertama buku “De Bandjermasinsche Krijg” van 1859-1863 Karangan
W.A. van REES dengan tulisan dibawahnya “De Hoofdopstandeling” (“Kepala
Pemberontak”).
Sekilas tentang Sultan Hidayatullah Al-watsiq billah dalam Perang Banjar.
Pangeran Hidayatullah diangkat menjadi Sultan Banjar berdasarkan Surat Wasiat Kakek beliau Sultan Adam. Pengangkatan ini dilakukan karena ayah Pangeran Hidayatullah, Sultan Muda Abdurrahman wafat.
Lahir
di Martapura pada tahun 1822 M, di-didik secara Islami dipesantren
Dalam Pagar Kalampayan ( Didirikan oleh Syekh Muhammad Arsyad
Al-banjari, salah seorang tokoh Agama Islam di Nusantara ) sehingga
memiliki ilimu kepemimpinan serta keagamaan yang cukup tinggi untuk
kemudian dipersiapkan menjadi Sultan.
Sebelum
menjadi Sultan sempat menduduki jabatan sebagai Mangkubumi kesultanan
pada tahun 1855 M. Pada saat itu jabatan Mangkubumi diangkat oleh
Kolonial Belanda dengan persetujuan Sultan Adam. Dengan menduduki
jabatan tersebut maka Pangeran Hidayatullah bisa lebih memahami &
menyelami kondisi Kesultanan maupun rakyat Banjar, serta mengetahui
kekuatan dan kelemahan kolonial Belanda (spionase), hal tersebut sangat
berguna untuk persiapan perang.
Akibat campur tangan berulang-ulang pihak Belanda dalam pemerintahan Kesultanan, pemaksaan monopoli perdagangan, konsesi-konsesi pertambangan
yang sepihak, serta kuatnya misi kaum nasrani ( Zending ) yang masuk
kedalam benua banjar dengan dukungan tentara Hindia Belanda, maka mengakibatkan kebencian rakyat yang sangat mendalam. Perselisihan-persilisihan itu telah sangat lama terjadi, semenjak
Kesultanan dipimpin oleh Sultan Suriansyah (~ 1600 M). Kebencian yang
tak dapat lagi didiamkan, harus di tuntaskan, Sultan dan Rakyat bersatu
untuk mengadakan perang Jihad Fisabilillah.
Sebelum dan ketika perang Sultan
mengangkat beberapa Panglima perang karena luasnya areal medan
pertempuran. Dari sebelah barat, Kesultanan Sambas, Sampit, Sangau,
Kotawaringin, Pagatan bahkan jauh ke timur Kesultanan Pasir maupun
Kesultanan Kutai dll. Dipersiapkan oleh Pangeran Hidayatullah sebagai
areal perang maupun penyokong Perang Banjar .
Beberapa kutipan dari buku-buku karya Hindia Belanda.
“ Hidayat telah merencanakan dan mempersiapkan pemberontakan yang kemudian akan meluas diseluruh kerajaan “.
“ ….. Loera housin telah menerima dari Hidayat batu permata untuk menghasut penduduk daerah itu melawan gubernemen “.
“ ….. Hidayat sebulan yang lalu berada di gunung Batu Tiris telah mengadakan rapat akbar yang dihadiri para kepala “.
“ ….. seorang bernama Doelmatalip di Nagara telah menerima sepucuk surat dari Hidayat guna memanggil rakyat untuk melakukan perang Sabil “. (De Bandjermasinsche Krijg hal 14,20,31 & 71)
Pengangkatan salah satu pimpinan perangnya seperti berikut ;
“ Surat Seruan Pangeran Hidajatoellah ;
Dengan
ini saya menganugrahkan kepada seorang rakyat bernama Gamar gelar
Tumenggung Cakra Yuda dan dengan ini pula memperkenankan kepadanya
melakukan Perang Sabilullah untuk menegakkan kejayaan agama dan ajaran
Nabi Muhammad Rasululloh SAW.
Selanjutnya
saya memaklumkan, bahwa pengangkatan ini tidak dapat diubah lagi,
sehingga dengan demikian Tuan dapat mengadakan musyawarah atau
persetujuan dengan Mufti Muhammad Cholid (mufti gubernemen ), Mufti
Abdul Jalil, Pangulu Machmud ( pengulu gubernemen Martapura ), Tuan
Chalifah Idjra-ie ( bertugas melakukan penyumpahan para saksi di
Mahkamah Militer di Martapura ), semua haji yang di Dalam Pagar ( tempat
tinggal para ulama ) dan yang ada di mana-mana dan semua kepala didalam
perang ini disamping semua penduduk kampung, baik lelaki maupun
perempuan, yang masih terikat kepada Al Khaliq dan Rasulnya.
Bilamana
ada diantara mereka yang tidak memperhatikan atau ada yang menentang
peraturan yang telah saya keluarkan, maka saya memperkenankan kepada
Tuan untuk menghukumnya sampai mati dengan jalan dipancung kepalanya dan
menghancurkan harta bendanya.
Dalam
hal Tuan tidak melaksanakan kemauan saya ini dengan seksama dan tidak
memperhatikan semua perintah yang telah saya keluarkan dengan
persetujuan orang tua saya , maka Tuan dan seluruh keturunan Tuan selama
lamanya akan terkutuk.
Saya memohon semoga Yang Maha Kuasa akan memperkenankan harapan saya oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Dan
dari Dayak Dari, Dayak Dusun (Tanah Dusun) dan Dayak Biajau menyerang
dan menghancurkan Martapura. Oleh karena yang disebut diatas masih orang
kafir (belum Islam) maka akan merupakan suatu kebajikan apabila mereka
ikut menghancurkan musuh-musuh Nabi .
Surat
ditulis Pangeran Hidajatoellah tanggal 22 Jumadil Awal 1277 / 10
Desember 1860 ditandatanganinya dan juga oleh Pangeran Wira Kusumah
(masing-masing cap dan Pangeran Hidajatoellah dengan cap Sulthan).
Surat
itu diperlihatkan oleh Gamar kepada Resident ketika ia ditangkap oleh
Belanda. (De Bandjarmasinsche Krijg halaman 162 & 163) ”.
Setelah Pengangkatan-pengangkatan dan
persiapan-persiapan yang matang maka dikobarkanlah Perang Banjar pada
tanggal 28 April 1859 dengan semboyan Beatip Beamal Fisabilillah secara
serempak.
Jalannya peperangan terekam dalam beberapa tulisan berikut;
“
Sambil bertandak dan berdoa mereka menerobos sampai 10 langkah dari
carre` ( formasi tempur berbentuk persegi empat ); meriam houwitser
diisi lagi. “Tembak !!” , kedengaran dari mulut komandan, akan tetapi
baik pipa houwitser maupun beberapa bedil macet. Beberapa orang musuh
sekarang datang melalui houwitser masuk kedalam carre’:
dengan pemimpinnya yang berpakaian kuning di muka sekali. Kopral Smit
mendapat tusukan tombak pada saat akan memasang lagi isian bedil; van
Halderen mendapat dua sabetan klewang yang mematikan pada saat akan
memasang lagi pipa yang baru. Pistol kepunyaan van der
Heijden juga macet, ketika ia akan menembak kepala penyerbu itu. Kepala
yang gagah berani ini telah menerjangnya dan akan menekankan ujung
tombak ke dadanya. Koch segera melompat, menangkis dengan pedang tusukan
itu, akan tetapi ia sendiri terpanggang tusukan tombak dan keris, dan
jatuh tersungkur”. (De Bandjermasinsche Krijg hal. 205)
“
Tentara (Hindia Belanda) telah mempertahankan kehormatan namanya,
banyak perwira dan prajurit telah menunjukan keluarbiasaanya, banyak
yang mengucurkan darahnya, banyak yang mengorbankan nyawanya.
Celakanya, terlalu sering !
Barisan menjadi tipis, rumah-rumah sakit dan kapal-kapal pengangkut diisi penuh prajurit yang kelelahan karena perang.
Terlalu
sering kita ini wajib mengganti pasukan, dan menggantikannya dengan
yang baru, yang didatangkan dari Jawa; bahkan demikian seringnya,
sehingga kita dalam melukiskan jalannya peperangan segera berhenti
memuat semua mutasi !!!”. (De Bandjermasinsche Krijg hal. 395 )
Perang yang tidak berkesudahan, kekalahan yang terus menerus, kematian prajurit maupun pimpinan tentara Hindia Belanda yang tiada henti, sungguh membuat bingung,
lelah dan frustasi, sehingga dipersiapkanlah cara-cara yang sangat keji
dan licik. Sebuah tipu muslihat yang sangat tidak pantas dipersiapkan
untuk memperoleh suatu kemenangan dalam peperangan.
Penipuan
itu dimulai dengan ditangkapnya Ratu Siti , Ibunda Sultan Hidayatullah,
kemudian Pihak Belanda menulis surat atas nama Ratu Siti kepada Sultan,
agar mengunjungi beliau sebelum dihukum gantung oleh Pihak Belanda.
Surat tersebut tertera cap Ratu Siti…, padahal semua itu hanya rekayasa
& tipuan tanpa pernah Ratu Siti membuat surat tersebut. Ketika
bertemu dengan Ibunda Ratu Siti ditangkaplah Sultan Hidayatullah dan
diasingkan ke Cianjur. Penangkapannya dilukiskan pihak belanda :
“
Pada tanggal 3 Maret 1862 diberangkatkan ke Pulau Jawa dengan kapal
perang ‘Sri Baginda Maharaja Bali’ seorang Raja dalam keadaan sial yang
dirasakannya menghujat dalam, menusuk kalbu karena terjerat tipu daya.
Seorang Raja yang pantas dikasihani daripada dibenci dan dibalas dendam,
karena dia telah terperosok menjadi korban fitnah dan kelicikan yang
keji setelah selama tiga tahun menentang kekuasaan kita (Hindia Belanda)
dengan perang yang berkat kewibawaanya berlangsung gigih, tegar dan
dahsyat mengerikan. Dialah Mangkubumi Kesultanan Banjarmasin yang oleh
rakyat dalam keadaan huru-hara dinobatkan menjadi Raja Kesultanan yang
sekarang telah dihapuskan (oleh kerajaan Hindia Belanda), bahkan dia
sendiri dinyatakan sebagai seorang buronan dengan harga f 1000,- diatas
kepalanya.
Hanya karena keberanian, keuletan angkatan darat dan laut (Hindia Belanda) dia berhasil dipojokan dan terpaksa tunduk.
Itulah dia yang namanya :
Pangeran Hidajat Oellah
Anak resmi Sultan muda Abdul Rachman dst, dst, dst….. “.
(
Buku Expedities tegen de versteking van Pangeran Antasarie, gelegen aan
de Montallatrivier. Karya J.M.C.E. Le Rutte halaman 10).
Dengan
penangkapan Sultan ini maka berakhirlah peperangan besar yang terjadi,
peperangan yang terjadi berikutnya dilukiskan oleh tentara Hindia
Belanda sebagai pemberontakan-pemberontakan kecil.
“Dengan
Hidayat, pengganti sah dari Sultan Adam, rakyat yang memberontak itu
kehilangan tonggak penunjangnya; dengan Hidayat, pemimpin Agama, para
pemimpin agama kehilangan senjata yang paling ampuh untuk menghasut
rakyat; oleh kepergian Hidayat, hilanglah semua khayalan untuk
memulihkan kembali kebesaran dan kekuasaan Kerajaan Banjar, dengan
kepergian Hidayat maka pemberontakan memasuki tahap terakhir” (De Bandjermasinsche krijg hal. 280)
“Dengan Hidayat hilanglah
semua khayalan, hasrat suci yang berlebihan, pendorong semangat dan
penyebab dari perang ini”(De Bandjermasinsche Krijg hal. 342)
http://kerajaanbanjar.wordpress.com/2008/02/11/sekilas-riwayat-hidup-pangeran-hidayatullah/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar